Bimtek Stunting di Luwu Kembali Jadi Sorotan Ketua APDESI Sulsel

Nalarpublik.com, Luwu – Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulawesi Selatan, Andi Sri Rahayu Usmi pertanyakan bimbingan teknis (bimtek) percepatan penurunan stunting yang pelaksanaannya berlangsung di Kota Belopa dan Kota Palopo.

Diketahui, ada 207 kepala desa (kades) diminta mengirim utusan mengikuti bimtek yang berlangsung tiga hari pada Jumat-Senin (13-16/12/2024).

Bacaan Lainnya

Masing-masing kepala desa diminta mengirim lima utusan setelah menyetor Rp4,5 juta sebagai syarat untuk mengikuti kegiatan bimtek tersebut.

Andi Sri Rahayu mengingatkan, penggunaan dana desa harus sejalan dengan asas manfaat yang ditumbulkan setelahnya.

“Yang paling utama, kita harus melihat bagaimana peningkatan kapasitas memberikan kontribusi luar biasa. Artinya selain pelatihan sesi pemanfaatan itu dipertanyakan, karena itu uang negara,” jelasnya saat dikomfirmasi, Selasa (17/12/2024).

Menurutnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) setempat harus jelih melaksanakan program penguatan bagi kepala desa yang melibatkan uang negara.

Andi Sri Rahayu tidak mau, kegiatan tersebut tidak masuk kedalam anggaran APBDes sehingga dapat berimbas ke ranah hukum.

“Kalau saya begini, sepanjang itu dibutuhkan bisa saja. Namun mereka harus melihat harus APBDes atau tidak, karena bagaimana LPj nya nanti. Saya mau bilang, ini menjadi renungan kita kedepan baik itu kades dan Dinas PMD betul-betul yang dikemas dengan baik dan bermanfaat,” bebernya.

“Saya hanya meminta untuk Dinas PMD yang selalu membuat kegiatan peningkatan kapasitas untuk melihat asas manfaat dan bagaimana pertanggungjawabannya. Sehingga tidak mendorong kepala desa untuk masuk ke ranah hukum,” tambahnya.

Bagi Andi Sri Rahayu, alternatif lain untuk pengentasan stunting di daerah bisa merujuk pada program makan bergizi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

“Kan baiknya kita mendukung program Bapak Prabowo itu bisa kita sukseskan. Kita bisa melakukan uji coba maka gratis yang Rp10 ribu itu. Dengan catatan di APBDes ada juga korelasinya yang mengarah kesana,” akunya.

Dari laporan semester 1 Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Sulawesi Selatan pada tahun 2024, Kabupaten Luwu termasuk wilayah dengan trend data prevalansi stunting yang terus meningkat.Ketua APDESI Sulsel Tanggapi Bimtek Penurunan Stunting di Luwu, Lebih Baik Uji Coba Program Prabowo, Makan Gratis

Di tahun 2021 prevalansi stunting di Luwu ialah 22.8 persen, kemudian di tahun 2022 di angka 26.7 persen dan di tahun 2023 kembali naik 32.1 persen.

Ketua Forum Pemuda Pemantau Kinerja Eksekutif dan Legislatif (FP2KEL), Ismail Ishak mengaku, kegiatan bimtek tersebut dianggap menghabiskan anggaran desa.

Kata Ismail, bimtek yang dilaksanakan tidak sesuai dengan Peraturan Desa nomor 13 tahun 2023 pasal 6.

“Di situ dijelaskan bahwa fokus pencegahan stunting dilaksanakan dalam bentuk intervensi spesifik dan intervensi sensitif dan tata kelola pelaksanaan percepatan pencegahan dan penurunan stunting sesuai kebutuhan dan kewenangan desa,” akunya.

Menurut Ismail, masih banyak skala prioritas lain yang bisa dimanfaatkan untuk pengentasan stunting di Kabupaten Luwu.

“Anggarannya ratusan juta, tapi apa manfaat yang didapat dari Bimtek ini. Padahal masih banyak skala prioritas lain yang harusnya didahulukan,” jelasnya.

Dari informasi yang dihimpun, bimtek percepatan penurunan stunting ini dijalankan oleh PT Putri Dewani Mandiri.

Ini dibuktikan dengan undangan bimbingan teknis PT Putri Dewani Mandiri yang beredar kepada kepala desa.

Bendahara PT Putri Dewani Mandiri, Andi Hamzah Bendahara saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya melaksanakan kegiatan tersebut dengan dasar aturan dan mendapatkan ijin dari DPMD Luwu.

“Kami tidak mungkin melakukan kegiatan ini jika tidak disetujui dari DPMD,” jelasnya.

Menurut Hamzah, nominal yang diminta digunakan untuk membiayai lima orang di setiap satu utusan desa.

“Jangan berbicara biaya kegiatan Rp 4,5 juta dikalikan banyak desa. Tetapi lihat memanfaatnya. Setiap desa kan mengutus 5 orang jadi hanya kurang lebih Rp 900 ribu saja,” ujarnya.

“Jangan bicara berapa banyak anggaran stunting di desa tapi coba, berapa anggaran yang dikelola desa setiap tahun dibandingkan dengan biaya kegiatan stunting ini,” tambah Hamzah.

Hamzah berdalih, kegiatan itu bisa memberikan manfaat kepada para peserta pelatihan.

Apalagi dikatakan Hamzah, program penurunan stunting merupakan kewajiban seluruh pemerintah. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *