Nalarpublik.com, Luwu – Proses perekrutan tenaga kerja oleh PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) kembali menuai sorotan dari masyarakat Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Sejumlah warga, terutama pekerja konstruksi lokal, mengaku kecewa dengan hasil seleksi tahap pertama yang dinilai belum berpihak pada tenaga kerja setempat.
Salah satu pekerja konstruksi, Shakib, warga asli Bua yang sudah lama bekerja di proyek pembangunan smelter BMS, menyampaikan kekecewaannya setelah gagal pada dua tahap seleksi sekaligus, baik rekrutmen internal maupun penerimaan umum.
“Banyak orang Palopo yang lolos berkas. Padahal dari awal pihak perusahaan menyampaikan akan memprioritaskan warga lokal, terutama yang sudah lama bekerja di bidang konstruksi di PT BMS,” ujar Shakib, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, janji prioritas tenaga lokal yang disampaikan perusahaan saat sosialisasi awal perekrutan tidak sepenuhnya ditepati. Ia bahkan menyebut ada peserta seleksi yang menggunakan KTP luar daerah namun tetap dinyatakan lolos.
“Ada yang pakai KTP Palopo tapi bisa lolos. Sementara kami yang memang warga Bua, punya pengalaman kerja di proyek BMS, justru tidak diterima,” tambahnya dengan nada kecewa.
Sebelumnya, pihak BMS menjelaskan bahwa rekrutmen tahap pertama ini diperuntukkan bagi tenaga kerja internal yang masih berstatus outsourcing di proyek konstruksi. Langkah ini merupakan bagian dari proses transisi tenaga kerja dari fase pembangunan menuju fase operasional dan pemeliharaan (Operational & Maintenance/O&M) smelter.
Menurut dokumen resmi perusahaan, terdapat sekitar 1.100 pekerja konstruksi aktif yang seluruhnya diberikan kesempatan mengikuti seleksi, dengan kebutuhan tenaga kerja internal mencapai lebih dari 600 posisi di divisi operasional, serta sekitar 200 posisi lainnya untuk kategori umum.
Manajemen BMS juga menegaskan bahwa proses rekrutmen ini bukan bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK), melainkan upaya memberi kesempatan bagi tenaga konstruksi untuk beralih ke tahap operasional pabrik.
Namun, di lapangan, tidak sedikit pekerja lokal yang menilai sistem seleksi masih belum transparan dan belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi masyarakat di sekitar area perusahaan.
Sejumlah warga meminta Pemerintah Kabupaten Luwu dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) turun langsung mengawasi proses seleksi agar prinsip prioritas tenaga kerja lokal benar-benar diterapkan.
“Harapan kami, perusahaan bisa lebih terbuka dan konsisten dengan komitmen awalnya. Warga lokal harus diberi ruang lebih besar, karena kami yang paling terdampak dan paling memahami wilayah kerja di sini,” tegas Shakib.
Masyarakat berharap BMS dapat melakukan evaluasi terhadap proses seleksi dan memperjelas mekanisme prioritas yang dijanjikan, agar peluang kerja bagi warga lokal tidak sekadar menjadi formalitas di atas kertas. (*)







