Nalarpublik.com, Luwu — Aksi pemblokiran jalan menuju area operasional PT Masmindo Dwi Area (MDA) di Kecamatan Latimojong kembali memicu keresahan warga. Aksi yang mengatasnamakan “Aliansi Anak Adat Ranteballa” ini dinilai mengganggu akses masyarakat dan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
Dari pantauan lapangan dan keterangan sejumlah tokoh setempat, sebagian besar peserta aksi bukan berasal dari Desa Ranteballa, melainkan datang dari wilayah luar seperti Sriti, Palopo, dan Lamisi. Beberapa di antaranya bahkan diketahui tidak memiliki hubungan langsung dengan area operasi maupun lahan yang dipersoalkan.
“Warga sini justru yang kena imbas. Kami tidak bisa lewat karena jalan ditutup, padahal ini jalur umum yang dipakai masyarakat setiap hari,” ujar Hamka, salah satu warga Latimojong.
Ia menambahkan, masyarakat berharap agar aksi semacam ini tidak lagi dilakukan karena menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan di tengah warga yang selama ini hidup damai berdampingan dengan perusahaan.
Ketegangan sempat meningkat ketika aparat Polres Luwu bersama tim keamanan MDA datang ke lokasi untuk membuka akses jalan yang dipalang menggunakan mobil dan batang kayu.
Berdasarkan keterangan di lapangan, penggerak massa bernama Jumiati hampir melindas petugas saat polisi berusaha mendorong mundur kendaraan yang digunakan untuk memblokade jalan. Beruntung, tidak ada korban dalam insiden tersebut.
Setelah negosiasi tidak menemukan hasil, aparat akhirnya membuka paksa akses jalan agar warga dapat kembali beraktivitas. Tidak ada penangkapan dalam pembubaran tersebut, namun aparat menegaskan bahwa tindakan pemalangan termasuk pelanggaran hukum karena mengganggu kepentingan publik dan distribusi logistik masyarakat.
Meski situasi sempat kondusif, pada Jumat pagi (24/10) kelompok yang sama kembali melakukan aksi serupa. Massa yang sebagian besar bukan warga Ranteballa itu diketahui bermalam di salah satu rumah ibadah sebelum memulai kembali pemblokiran. Aksi lanjutan ini kembali menimbulkan keluhan dari warga yang hendak bekerja dan beraktivitas di wilayah Latimojong.
Sementara itu, Head Legal PT Masmindo Dwi Area, Muh. Rizki, menegaskan bahwa perusahaan menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, namun tindakan pemblokiran jalan publik tidak dapat dibenarkan secara hukum.
“Kami terbuka terhadap penyelesaian melalui mekanisme hukum. Kalau memang ada bukti kepemilikan lahan, silakan dibawa ke pengadilan. Tapi tindakan blokade hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas,” tegasnya. (*)







