Nalarpublik.com, Luwu – Operasional PT Masmindo Dwi Area (MDA) di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, terganggu akibat aksi penutupan jalan oleh sejumlah warga. Aksi tersebut dipicu oleh klaim sepihak dari Bustam Titing, yang diwakili oleh kerabatnya, atas makam dan lahan seluas 52 hektar yang sebelumnya telah dikompensasi oleh perusahaan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Kepemilikan Tanah (SKT). Bustam Titing mengklaim lahan tersebut berdasarkan surat keterangan adat yang terbit tahun 2022.
Berdasarkan pantauan media, penutupan jalan ini berdampak langsung pada terhambatnya distribusi logistik dan pasokan bahan bakar menuju lokasi tambang. Jika dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini berpotensi mengganggu kelangsungan operasi dan menimbulkan kerugian operasional yang signifikan bagi perusahaan.
“Saat ini kami mengalami kesulitan mendistribusikan kebutuhan operasional karena akses jalan diblokir,” ujar salah satu anggota tim pengamanan yang bertugas di lokasi.
Di sisi lain, warga yang melakukan aksi menyatakan bahwa penutupan jalan akan terus dilakukan hingga persoalan makam diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai adat dan kesepakatan bersama.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pihak perusahaan telah melakukan upaya komunikasi dengan mengedepankan penghargaan terhadap pengakuan waris atas makam keluarga Titing. Perusahaan bahkan menyatakan kesediaannya untuk mengkompensasi biaya relokasi sesuai dengan tata adat yang berlaku. Namun, Bustam Titing tetap bersikeras meminta pembayaran atas lahan yang status lokasi dan legal standing-nya tidak jelas.
Pihak perusahaan juga telah menawarkan penyelesaian melalui proses hukum di pengadilan, namun tawaran tersebut kembali ditolak oleh Bustam Titing. Ia justru memilih untuk menggerakkan massa dan memaksakan kehendaknya, tanpa mengindahkan risiko pasal hukum terkait tindakan menghalangi operasional pertambangan.
“Jika ini memang benar menyangkut makam, kami siap memastikan proses relokasinya dilakukan dengan prosesi adat dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur kami. Tapi jangan sampai tindakan ini menyebabkan anak-anak kita yang bekerja di perusahaan ikut terganggu,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Warga lainnya, Ayub, juga menyampaikan harapannya agar persoalan ini segera difasilitasi oleh pemerintah daerah.
“Seharusnya pemerintah cepat memfasilitasi persoalan seperti ini agar tidak berkepanjangan. Kami sebagai warga Latimojong ingin melihat perusahaan ini berjalan lancar dan memberi manfaat untuk semua,” kata Ayub.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap nasib para pekerja lokal.
“Jujur, kami memikirkan keluarga dan saudara kami yang sudah bekerja di perusahaan. Kalau logistik tidak lancar masuk, kami takut mereka dirumahkan. Jadi kami harap ada jalan tengah yang adil untuk semua pihak,” tutupnya.
Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan perkara ini, agar tidak menjadi preseden buruk bagi iklim investasi di Latimojong. (*)