LUWU, Nalarpublik.com | Penyelesaian sengketa lahan antara pihak Simon Tandiarruan, Tablik, Irwanto dan Arifin dengan perusahaan smelter PT Bumi MIneral Sulawesi, diharapkan segera menemui titik terang dan kesepakatan.
Setelah Simon cs mengajukan surat permohonan ke PT BMS untuk dilakukan penundaan penimbunan lahan yang kemudian diterima PT BMS, Simon, mulai menyiapkan berkas ajukan pengembalian tapal batas ke ATR/BPN Kabupaten Luwu.
Kepada media, Simon Tandiarruan, menyampaikan kesepakatan terakhir dengan PT BMS dan menyebutkan saat ini tengah menyiapkan kelengkapan berkas, sehingga seminggu kedepan sudah bisa diajukan ke BPN.
“Sementara kami urus kelengkapannya, mungkin satu minggu kedepan kami sudah ajukan ke BPN. Untuk memenuhi kelengkapan berkas, sore ini kami pertemuan dengan Pak Camat Bua dan Kepala Desa Karang-Karangan,” ujarnya.
“Kami punya sertifikat tahun 2000, BMS punya sertifikat tahun 2011. Kami 5 orang dengan jumlah 5 sertifikat luas sekira 6 hektar, atas nama 5 nama, dan saya dikasih kuasa untuk membicarakan,” lanjutnya.
Disinggung sikap Simon dan lainnya, dengan apapun hasilnya nanti, Simon belum bisa membeberkan. “Nanti selesai pengembalian batas kami berembuk kembali. Jika hasilnya menunjukan lokasi kami, tentu kami juga tetap akan menawarkan ke BMS, karena pasti juga berpengaruh di situ jika pabrik 2 BMS sudah jalan,” ujarnya.
Disinggung mengenai harga, Simon memberikan gambaran jika pihak BMS membeli lahan di jalan poros untuk pembangunan jalan layang, sehingga harga tersebut menjadi patokan pembebasan lahan yang ditawarkan Simon cs.
“Di luar dibeli untuk jalan layang Rp 500 ribu per meter, ini kan kami sawah produktif, disitulah perbandingannya yang bisa menjadi pertimbangan BMS, namun sejauh ini pihak BMS juga belum memberikan penawaran, dan jika ada penawaran kami tidak terlalu rugi, tidak apa,” katanya.
“Kita akan melihat hasil kerja BPN karena sertifikat yang masuk ada 5. Habis pengembalian batas kentara batas-batas lahan. Kami berharap, bicarakan saja berapa harga lahan yang akan dibebaskan oleh pihak BMS, karena kita duluan di sana baru mereka datang,” sambungnya.
Kepala BPN Luwu, H Muhallis, menyampaikan dua hal, pertama, persoalan antara BMS dan Simon itu persoalan mereka. “Kami tidak larut dalam itu, hanya kemarin, BMS mau melakukan pemagaran dan wajar saja mereka lakukan pemagaran karena berdasarkan sertifikat yang mereka miliki,” ujarnya.
“Kedua, ternyata setelah turun ke lapangan, ada aksi yang menyatakan keberatan, mengatakan mereka juga punya hak, itu juga tidak bisa juga dikesampingkan, orang punya hak,” lanjutnya.
Lanjut H Muhallis, tinggal nanti bagaimana caranya mereka membuktikan haknya. “Saya sampaikan kepada anggota saya di lapangan saat itu, jika mereka (Simon cs.red) juga punya sertifikat, arahkan dia untuk dilakukan pengembalian batas supaya kita dudukan, karena susah nanti kalau belum kita dudukan, masuk tidak, atau tidak,” ungkapnya.
“Kalau sudah dikembalikan batas sertifikatnya Simon, kan sekarang begini yang ada sekarang sertifikat punyanya BMS, itu sudah jelas, letak batasnya sudah jelas. Nah untuk menentukan letak batas sertifikatnya simon dan kawan-kawan tentu harus melalui pengembalian batas juga,” tambahnya.
Menurutnya, jika telah dilakukan pengembalian batas akan kelihatan, apakah sertifikat milik Simon cs masuk dalam lokasi PT BMS, atau sebagian masuk saja, atau tidak masuk sama sekali. “Itu lah yang harus dilakukan,” tegasnya.
Mengenai lama pelaksanaan pengembalian batas, Kepala BPN menyebutkan tidak akan memakan waktu lama, bahkan dijaminnya tidak sampai sebulan.
“Jika pihak Simon datang sekarang, paling besok kita sudah agendakan untuk diukur. Pengambilan batas dilakukan dua kali, pengukuran dan penetapan batas. Tidak sampai sebulan, maksimal 1 minggu, yang penting mereka sudah melengkapi daftar, kita ukurkan, dengan catatan pada saat anggota saya turun harus kondusif, karena pengambilan koordinat tidak boleh dalam keadaan buru-buru,” tutupnya.
Diketahui, pasca upaya pemagaran dan penimbunan lahan oleh PT BMS berdasarkan sertifikat yang mereka miliki, 4 orang warga bermohon kepada perusahaan Kalla Group ini agar dihentikan dan meminta diberikan waktu selama 3 bulan untuk menyelesaikan masa panen padi mereka sembari mengajukan pengembalian batas ke BPN.
Dalam kunjungan HM Jusuf Kalla di Smelter PT BMS baru-baru ini, menegaskan tidak ada penyerobotan atau pun penggusuran lahan warga oleh pihak perusahaan.
“Kami tidak akan merugikan warga, PT BMS tidak akan pernah mengambil hak-hak warga atau menggusur lahan warga. Lahan yang dipagar dan akan ditimbun tersebut adalah milik perusahaan dan perusahaan mengantongi sertifikat atas lahan yang sudah dibeli sejak tahun 2016,” tegas JK.
Lanjut, mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 ini, jika ada warga yang membuktikan ada lahan mereka digunakan oleh BMS, perusahaan siap melakukan ganti rugi, bahkan tiga kali lipat, ganti rugi lahan dan tanaman diatasnya.
Dikesempatan ini, JK juga menyebutkan, penentuan lokasi smelter di Bua, dengan tujuan memberikan pemerataan pembangunan di Sulsel, khususnya di Tana Luwu. Bisa saja kata dia, smelter PT BMS dibangun di Sulawesi Tenggara, dengan pertimbangan dekat dengan bahan baku, atau di Luwu Utara, yang juga memiliki potensi tambang.
“Tidak ada nikel di Luwu termasuk di Bua, lalu kenapa kami membangun smelter di Bua, jawabannya agar terjadi pemerataan pembangunan dan ekonomi masyarakat dan terpenting pabrik Smelter PT BMS dibangun oleh pribumi dan mempekerjakan 70 persen masyarakat sekitar pabrik,” terangnya.(*)