Sanksi Peringatan Keras Terakhir untuk Ketua KPU Hasyim Asy’ari

JAKARTA— Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir untuk Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Hasyim dinilai melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu dalam relasinya dengan Ketua Partai Republik Satu Hasnaeni atau kerap disebut ”Wanita Emas”.

”Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023).

Bacaan Lainnya

Dalam sidang putusan itu, Heddy didampingi oleh anggota DKPP lainnya, yakni J Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Ratna Dewi Pettalolo. Hasyim merupakan pihak teradu dalam perkara nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023.

Hasyim terbukti melakukan pertemuan dan perjalanan dengan Hasnaeni pada 18 Agustus 2022 dari Jakarta menuju Yogyakarta. Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Padahal, Hasyim memiliki agenda resmi untuk menghadiri penandatangan memorandum of understanding (MoU) dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.

Selain itu, Hasyim terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Keduanya berkomunikasi secara intensif melalui media sosial untuk berbagi kabar di luar agenda pemilu.

Tindakan dan kedekatan Hasyim dengan Hasnaeni membuat DKPP menilai ia telah melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.

Meskipun begitu, Hasyim tidak terbukti melakukan tindak pelecehan seksual terhadap Hasnaeni seperti yang diadukan. Ini karena tidak ada bukti dan saksi yang menguatkan.

KPU dituntut untuk menjadi contoh penyelenggara pemilu di tingkat daerah karena sifat kelembagaan yang hierarkis. Namun, Ketua KPU sudah menerima sanksi sebanyak dua kali terkait pelanggaran etik. Hal ini bukan merupakan contoh yang baik untuk penyelenggara pemilu.

Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, putusan DKPP ini semakin memicu spekulasi negatif dari masyarakat terkait KPU. Padahal, KPU bertugas untuk mencerahkan dan menjamin pelaksanaan pemilu untuk masyarakat.

”Publik akan skeptis dan tidak percaya terhadap KPU. Karena, laporan pengaduan etik pada KPU berlangsung dari fase awal pemilu,” tuturnya.

Pada pemilu sebelumnya, laporan aduan terhadap KPU didominasi oleh masalah teknis saat pemilu sudah mencapai tahap inti seperti kampanye, distribusi logistik, hingga proses pemungutan suara. Kini, pemilu belum mencapai tahapan inti, tetapi sudah banyak laporan aduan terhadap KPU. Selain itu, KPU juga belum genap berusia satu tahun (dilantik 12 April 2022).

KPU dituntut untuk menjadi contoh penyelenggara pemilu di tingkat daerah karena sifat kelembagaan yang hierarkis. Namun, Ketua KPU sudah menerima sanksi sebanyak dua kali terkait pelanggaran etik. Hal ini bukan merupakan contoh yang baik untuk penyelenggara pemilu.

Oleh karena itu, KPU perlu berbenah diri dan mendengarkan pendapat publik agar kredibilitas sebagai penyelenggara pemilu tidak semakin rusak. Putusan DKPP ini diharapkan menjadi alarm untuk setiap personil KPU agar dapat mengendalikan diri dalam bertindak dan beretika.

”Dari putusan DKPP ini, setiap orang dalam KPU harus dapat belajar bahwa perilaku individu dapat berdampak pada integritas lembaga, khususnya penyelenggara pemilu,” ungkap Titi.

Kalau KPU tidak berbenah, lanjut Titi, kepercayaan publik kian menurun dan dapat berdampak pada proses yang sudah dilakukan penyelenggara pemilu. Lebih jauh, masyarakat yang tidak puas dapat mendelegitimasi hasil dari pemilu.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga bersuara terkait putusan atas Hasyim itu. Putusan tersebut menjadi peringatan bagi Hasyim dan penyelenggara pemilu lainnya untuk menjaga sikap dan perilaku. Hasyim harus berhati-hati berperilaku dan bertemu dengan pihak lain, terutama pimpinan parpol.

”Itu menimbulkan kecurigaan dari parpol lain. Ada apa ketum parpol sepertinya sangat akrab dengan penyelenggara pemilu sehingga memunculkan pertanyaan tentang independensi,” ujarnya.

Sementara Hasyim yang terbukti melanggar etik kedua kali dalam seminggu ini tidak memberikan komentar.

Hasyim saat ditanya wartawan menaruh jari telunjuknya ke bibir dan tidak memberikan tanggapan sepatah kata pun.

Sumber- https://www.kompas.id

Pos terkait